Kenapa Teks Hukum Sulit Dipahami?

Kenapa teks hukum sulit dipahami oleh orang awam? Kenapa teks seperti ini pada umumnya menggunakan terlalu banyak kata yang tidak perlu dan mungkin Anda anggap bertele-tele? Teks hukum (seperti undang-undang, peraturan pemerintah, atau kontrak, perjanjian, dll.) menggunakan bahasa yang disebut legalese, yaitu jargon atau bahasa khusus yang digunakan untuk komunikasi dalam konteks hukum dan komunitas hukum itu sendiri, semisal antara pengacara, paralegal, atau hakim. Bahasa ini digunakan dengan asumsi bahwa target audiens (dalam konteks hukum secara khusus) cukup mengetahui konsep hukum beserta sistem yang ada di dalamnya. Inilah alasannya kenapa bagi orang awam yang tidak mengetahui hukum secara khusus, legalese akan terbaca dan terdengar terlalu bertele-tele dan seringkali tidak dapat dipahami. Singkatnya, hanya orang yang berkecimpung khusus di dunia hukum saja yang bisa menginterpretasikan dokumen/teks hukum secara baik karena penggunaan legalese sendiri adalah prosedur standar mereka, terutama bagi pengacara.

Dalam konteks hukum sendiri, kata memiliki makna sangat khusus dan didefinisikan dengan jelasnya. Dalam penulisan draft dokumen/teks hukum, setiap kata harus diutarakan dengan jelas dan hati-hati karena teks ini sangat sensitif dan perbedaan interpretasi bisa mengakibatkan kerugian yang fatal. Penggunaan kata di teks hukum mungkin terkesan janggal atau tidak biasa bagi kalangan yang tidak familiar dengannya, bahkan kata biasa pun bisa memiliki makna jauh berbeda jika dikaitkan dengan konteks hukum. Teks hukum sendiri tidak bisa dipaksakan untuk ditulis dalam bahasa yang sederhana layaknya teks biasa yang lazim dijumpai di kehidupan sehari-hari. Delapan kata bisa saja digunakan untuk menyampaikan apa yang bisa ditulis dalam dua kata saja.

Seperti yang disampaikan oleh Professor Emeritus Richard Wydick, UC Davis School of Law, dalam bukunya yang berjudul Plain English for Lawyers, “Kami menggunakan frase lama dan hanya dipahami segelintir orang untuk ungkapkan gagasan umum. Saat berusaha untuk teliti, kami jadi berlebih-lebihan. Saat berusaha untuk berhati-hati, kami jadi bertele-tele. Kalimat kami berputar-putar, frase dalam klausa, dalam klausa, membuat mata sayu, dan membingungkan pembaca kami. Hasilnya adalah gaya penulisan yang panjang lebar, tidak jelas, muluk-muluk, dan membosankan.”

Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.
Whatsapp-Button