BLOG
Beragam artikel informatif dan menarik seputar dunia penerjemahan
Saat kali pertama memasarkan jasanya, penerjemah lepas biasanya kesulitan untuk menentukan standar tarif idealnya, tidak terlalu mahal atau murah. Jika tarif terlalu murah, penerjemah malah akan merasa diperbudak oleh klien dan memang pantas dibayar murah selamanya. Dengan menerima tarif seadanya, penerjemah akan kesulitan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya yang semakin mahal dan merendahkan citra dirinya sendiri di hadapan klien. Sebaliknya, jika terlalu mahal, klien pun enggan untuk menggunakan jasanya. Tarif mahal akan menghalangi penerjemah dapatkan proyek-proyek besar dan kontinu. Tarif ideal perlu ditentukan sejak awal dengan mempertimbangkan beberapa komponen.
Penghasilan ideal
Penghasilan ideal bagi setiap penerjemah lepas tentu berbeda, ditentukan oleh kebutuhan sehari-hari dan tempat tinggalnya (biaya hidup di kota besar relatif lebih tinggi daripada di kota kecil atau pedesaan). Dalam menentukan tarif, selain pengeluaran pribadi yang harus dipenuhi setiap bulan, pengeluaran untuk menjalankan bisnis sekaligus pajak juga perlu dimasukkan. Tarif minimal adalah keseluruhan biaya/pengeluaran tersebut dibagi dengan total jam kerja yag disanggupi penerjemah. Jika penerjemah lepas sebelumnya pernah bekerja menjadi karyawan, gaji sebelumnya bisa menjadi tolak ukur untuk tentukan tarif minimalnya.
Potensi Klien
Sebelum mengajukan tarif ke calon klien, penerjemah perlu mengetahui potensinya dan kira-kira seberapa besar anggaran untuk sebuah proyek terjemahan. Dengan kata lain, penerjemah bisa mengajukan tarif berbeda untuk klien yang berbeda (personal, mahasiswa, dosen, perusahaan nasional, atau perusahaan internasional) karena daya beli mereka juga bervariasi. Sangat tidak etis jika penerjemah mengajukan tarif murah (yang biasanya untuk mahasiswa) pada perusahaan besar yang anggarannya bisa dibilang tidak terbatas.
Persaingan
Dalam setiap bisnis apapun, termasuk jasa penerjemah, persaingan pasti ada. Mau tidak mau, ketatnya persaingan pasti akan sangat memengaruhi harga pasaran. Klien pun pasti akan membandingkan jasa penerjemah di beberapa tempat dan melirik harga lebih murah dengan kualitas tidak jauh berbeda. Dalam menghadapi persaingan ini, penerjemah dihadapkan pada dua pilihan. Menetapkan harga yang lebih kompetitif untuk memenangkan persaingan atau harga lebih mahal dengan memberikan beberapa nilai tambah yang tidak ditawarkan pesaing.
Bekerja menjadi penerjemah lepas identik dengan kebebasan untuk menentukan pilihan. Yang dimaksud sebagai pilihan di sini adalah keputusan untuk memilih materi yang akan diterjemahkan, klien yang akan dilayani, dan jam kerja untuk menyelesaikan suatu proyek. Penerjemah bisa hanya menerima proyek terjemahan dari klien yang membayar mahal dan tingkat kesulitannya sedang. Penerjemah juga bisa menolak teks yang terlalu sulit dan berisiko tinggi dengan bayaran sedikit. Tidak benar jika ada anggapan bahwa bekerja sebagai penerjemah lepas harus selalu menerima semua tawaran proyek terjemahan dari klien mana saja. Ada keyakinan bahwa menolak pekerjaan sama seperti menolak rezeki.
Penerjemah lepas berhak mengatakan ‘tidak’ pada klien yang tidak sesuai dengannya. Jika permintaan dari klien dirasa tidak wajar atau malah merugikan penerjemah pada akhirnya, penolakan adalah sebuah kewajiban.
Kenapa penerjemah perlu berkata tidak pada calon kliennya?
Teks tidak sesuai dengan keahlian
Jika penerjemah mendapatkan tawaran proyek terjemahan yang teksnya tidak sesuai dengan keahliannya atau dirasa terlalu sulit baginya, penerjemah wajib menolaknya. Memaksakan diri untuk menerjemahkan suatu teks yang terlalu sulit atau kompleks malah membahayakan karier penerjemah itu sendiri. Jika hasilnya amburadul dan jauh di bawah ekspektasi klien, kegagalan tersebut mencoreng reputasi penerjemah dan bukan tidak mungkin klien yang kecewa mencegah datangnya klien-klien baru.
Didesak deadline yang terlalu singkat
Tidak jarang penerjemah menerima tawaran proyek terjemahan yang tenggat waktunya terlalu cepat atau tidak masuk akal. Menerjemahkan 100 halaman dalam sehari adalah hal yang mustahil bagi penerjemah. Bahkan jika terjemahannya dikerjakan secara keroyokan, editor tetap akan kewalahan karena harus mereview dan memoles 100 halaman terjemahan dalam sehari. Jika penerjemah didesak untuk kerjakan terjemahan dalam waktu yang terlalu singkat, penerjemah berhak menolaknya.
Bayaran terlalu sedikit
Jika klien menawarkan harga yang tidak sesuai dengan usaha dan waktu untuk selesaikan suatu proyek, penerjemah pun tidak perlu memaksakan diri untuk menerimanya. Untuk menentukan nilai suatu proyek terjemahan, penerjemah perlu mempertimbangkan harga pasaran sekaligus tarif acuan yang ada. Dengan mengetahui seberapa pantas dirinya dibayar, penerjemah bisa melakukan negosiasi harga dengan lebih efisien dan menolak tawaran yang terlalu murah jika perlu.
Merasa tidak nyaman dengan klien
Sifat klien sendiri bisa menjadi alasan penolakan penerjemah. Klien yang dirasa merepotkan atau terlalu menuntut tentu menghalangi penerjemah untuk menerima tawaran proyek lagi darinya. Penerjemah tidak seharusnya direpotkan oleh klien yang terlalu banyak menuntut, sering menghubungi di waktu yang tidak tepat (tengah malam misalnya), meminta revisi tanpa disertai alasan jelas, atau melanggar perjanjian yang dibuat sebelumnya.
Sedang mengerjakan proyek lain
Ketika penerjemah sedang fokus mengerjakan suatu proyek yang harus diserahkan secepatnya, penerjemah sebaiknya tidak menerima tawaran proyek baru. Proyek yang sedang dikerjakan adalah prioritas yang harus didahulukan. Deadline adalah hal yang sangat sensitif dan memengaruhi citra penerjemah.
Bagaimana cara yang tepat untuk menyampaikan penolakan?
Menyampaikan penolakan dengan bahasa santun
Meskipun penerjemah menghadapi klien dengan tawaran yang sangat konyol atau sama sekali tidak masuk akal, penerjemah tetap harus menyampaikan penolakan dengan bahasa yang santun. Kalimat yang bernada menghardik atau terlalu memojokkan klien tidak sepantasnya diucapkan, sekonyol apapun tawaran proyek dari klien.
Memberikan alasan yang jelas
Saat menolak suatu tawaran, penerjemah juga harus menyertainya dengan alasan yang jelas. Alasan harus objektif dan dapat diterima oleh klien.
Negosiasi harga dengan klien adalah tantangan awal yang cukup sulit bagi penerjemah lepas. Bekerja sebagai seorang pekerja lepas identik dengan seni menjual diri, yaitu penerjemah harus memahami betul berapa nilai/harga dari jasa profesional yang digelutinya dan cara menawarkannya kepada klien. Jika penerjemah pandai melakukan negosiasi dan mendapatkan bayaran layak sesuai yang dikehendakinya, penerjemah lebih termotivasi untuk mengerjakan suatu proyek dan hasilnya pun memuaskan. Ada beberapa langkah yang harus dijalani dalam melakukan negosiasi harga sampai ada kesepakatan.
1) Memahami dan mengukur harga sendiri
Penerjemah lepas perlu mengetahui standar harga yang cocok dan pantas untuk jasa profesionalnya. Semakin bagus terjemahannya, semakin pantas untuk mendapatkan bayaran lebih tinggi. Semakin tinggi jam terbang, semakin mahal pula harganya. Penerjemah dengan gelar akademik lebih tinggi tentu cenderung menghendaki bayaran lebih tinggi sesuai dengan tenaga dan waktu yang dikeluarkannya untuk menempuh pendidikan. Inilah poin pertama yang menjadi prinsip dalam setiap negosiasi harga. Jika penerjemah terus-terusan mau dibayar murah, seolah-olah tidak ada harga dirinya.
2) Menentukan metode penghitungan tarif
Penerjemah lepas pada dasarnya bisa dibayar berdasarkan volume pekerjaan (per karakter, kata, dan halaman), durasi (berapa jam yang dihabiskan untuk menyelesaikan suatu proyek), atau bahkan per proyek secara borongan. Namun, di pasar lokal, sangat jarang penerjemah lepas dibayar per jam. Tarif per jam lebih berisiko karena ada penafsiran subjektif terhadap waktu kerja antara klien dan penerjemah lepas. Untuk pasar lokal, tarif per karakter, kata, atau halaman lebih aman untuk diterapkan. Penerbit buku menggunakan tarif per karakter. Klien non-penerbit lazimnya menggunakan tarif per halaman atau kata. Tarif per halaman dengan ketentuan margin dan ukuran font yang sudah ditetapkan lebih populer dibandingkan tarif per kata.
Setelah mentukan metode penghitungan tarif, penerjemah bisa menentukan tarif terendah yang bisa diterima untuk mengantisipasi negosiasi harga dengan klien sulit. Untuk menentukan batasan terendah, penerjemah bisa menghitung sendiri biaya kebutuhan hidupnya sehari-sehari, waktu yang dihabiskan untuk mengerjakan proyek, dan seberapa pantas keahliannya dibayar.
3) Memahami dan melakukan riset terhadap klien
Sebelum menghadapi klien untuk negosiasi harga, penerjemah perlu memahami setiap detail kliennya. Negosiasi bukanlah perang atau kompetisi, melainkan kesepakatan untuk mencari solusi yang saling menguntungkan bagi kedua belah pihak. Negosiasi tidak hanya berkaitan dengan harga karena penerjemah juga harus mencapai kesepakatan atas rincian dan detail proyek sekaligus deadline. Dengan memahami kliennya terlebih dahulu, penerjemah bisa mencapai kesepakatan dengan lebih mudah. Dengan melakukan riset kecil-kecilan, penerjemah bisa mengetahui siapa kliennya, latar belakangnya, sekaligus daya beli atau budgetnya sebagai pertimbangan dalam melakukan negosiasi nanti. Jika klien adalah perusahaan besar dengan anggaran yang ‘tidak terbatas’, penerjemah bisa memasang tarif tinggi. Perusahaan sendiri malah ragu dengan kualitas penerjemah jika penerjemahnya sendiri memasang tarif rendah di awal negosiasi.
4) Melakukan negosiasi
Jika penerjemah sudah mengetahui harga yang pantas untuk dirinya dan potensi kliennya, negosiasi pun siap dilakukan. Idealnya, kien bisa menyebut kisaran angka yang mereka sanggupi untuk sebuah proyek, sehingga penerjemah bisa mengetahui standarnya. Jika klien bertanya lebih dahulu, penerjemah bisa menanggapinya dengan menanyakan kisaran budget yang sudah disiapkan klien. Jika penerjemah ‘dipaksa’ menyebut angka terlebih dahulu, penerjemah bisa memasang tarif tertinggi dengan mempertimbangkan harga keahliannya sendiri. Tarif sebaiknya fleksibel dan bisa disesuaikan dengan bobot atau tingkat kesulitan pekerjaan.
5) Meminta tanda jadi
Setelah negosiasi selesai, penerjemah bisa meminta tanda jadi kesepakatan. Meminta pembayaran di muka adalah cara terbaik untuk menghindari penipuan atau gagal bayar. Namun, aturan di sebagian perusahaan tidak memungkinkan untuk pembayaran uang muka sebagai tanda jadi. Sebagai gantinya, penerjemah bisa mengirim invoice untuk menagih pembayaran.